BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Biologi merupakan salah satu cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
makhluk hidup. Ada berbagai jenis makhluk hidup di dunia ini di seluruh belahan dunia. Setiap spesies memiliki bentuk dan
karakteristik yang sangat beragam.
Setiap
makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya yaitu menerima dan
menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka makhluk hidup akan melakukan penyesuaian diri
(adaptasi) untuk merasa lebih nyaman
dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika makhluk hidup tersebut tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan
mengalami kematian atau terkena seleksi alam.
Salah satu perubahan yang sering
terjadi pada lingkungan adalah perubahan suhu/ temperatur. Pada manusia misalnya, ketika
merasa kedinginan menggunakan pakaian
yang tebal sedangkan ketika suhunya papas, maka pakaian yang dipakai yaitu pakaian yang tipis. Ini merupakan salah satu contoh
bentuk penyesuaian diri makhluk hidup
terhadap lingkungannya. Akan tetapi, di sebuah tempat yang gersang akibat kemarau panjang, satu per satu tumbuhannya akan
mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungan yang tinggi.
Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah yang disebut seleksi alam.
Sesuai dengan uraian tersebut di
atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian
untuk mengenai pengaruh suhu temperatur terhadap aktivitas makhluk hidup dengan judul "Pengaruh Suhu
terhadap Aktivitas Organisme".
B.
Tujuan
Melalui percobaan ini,
praktikan diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen oleh
organisme pada suhu yang berbeda.
C.
Manfaat
Melalui percobaan
ini, praktikan dapat mengetahui perbandingan kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kehadiran dan keberhasilan suatu
organisme tergantung kepada lengkapnya konsep keadaan. Ketiadaan atau kegagalan
suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan maupun kelebihan baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif dari salah satu pada beberapa faktor yang
mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut. Faktor-faktor yang
mendekati batas biotik tersebut meliputi
komponen biotik dan biotik yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme
tersebut. Komponen biotik yang dimaksud tidak terbatas pada tersedianya
unsur-unsur yang dibutuhkan, tetapi mencakup pula temperatur, sinar matahari,
air dan sebagainya. Tiap organisme mempunyai batas maksimum dan minimum
terhadap faktor-faktor tersebut, dengan kisaran diantaranya batas-batas
toleransi (Udom, 1989).
Suhu merupakan salah satu faktor
fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur, dan sangat beragam. Suhu
tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis
organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan
kegiatan metabolik, misalnya dalam hal
respirasi sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai
bentang yang dapat di toleransi oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu “Hukum Toleransi Shelford” (Tim, Pengajar, 2007).
Dibandingkan dengan kisaran dari
ribuan derajat yang diketahui di bumi ini, kehidupan hanya dapat berkisar pada
suhu 300oC, mulai dari -200oC sampai -100oC,
sebenarnya banyak organisme yang terbatas pada daerah temperatur yang bahkan
lebih sempit lagi. Beberapa organisme terutama pada tahap istirahat, dapat
dijumpai pada temperatur yang sangat rendah, paling tidak untuk periode
singkat. Sedangkan untuk jenis organisme terutama bakteri dan ganggang dapat
hidup dan berkembang biak pada suhu yang mendekati titik didih. Umumnya, batas
atas temperatur bersifat membahayakan (gawat) dibanding atas bawah.
Variabilitas temperatur sangat penting secara ekologi. Embutan temperatur
antara 10oC dan 80oC. Telah ditemukan bahwa organisme
yang biasanya menjadi sasaran variabel temperatur di alam, seperti pada
kebanyakan daerah beriklim sedang. Cenderung tertekan, terlambat pada
temperatur konstan (Waskito, 1992).
Dari hasil suatu pengkajian perintis
(Shelford, 1929) menemukan bahwa telur-telur dan larva atau tingkat punah dari
“codling moth” berkembang 7% atau 8%
lebih cepat di bawah temperatur yang konstan. Dalam percobaan lain, (Parker,
1930) telur belalang yang disimpan pada temperatur yang berbeda beda
menunjukkan percepatan rata-rata 36,6% dan percepatan rata-rata 12% di atas
perkembangan pada temperatur konstan yang dapat diperbandingkan. Karena
organisme-organisme peka terhadap perubahan temperatur, dan karena temperatur
itu dinilai terlalu tinggi sebagai faktor pembatas (Asmawati, 2004).
Pertukaran gas respirasi bagi ikan
berlaku dalam insang. Insang ditutup dan dilindungi oleh operculum. Setiap
insang sebenarnya terdiri dari pada dua baris filamen yang halus dan diskong
oleh satu rangkung insang yang bertulang. Terdapat sisir insang untuk menepis
benda asing. Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat
pula berfungsi sebagai ekskresi. Garam-garam, penyaring makanan, alat
pertukaran ion dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang
merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga
merupakan rongga-rongga tidak beraturan. Labirin ini berfungsi menyimpan
cadangan O2 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan O2.
contoh ikan yang mempunyai labirin adalah ikan gabus dan ikan lele. Untuk
menyimpan cadangan O2, selain dengan labirin ikan mempunyai
gelembung renang yang terletak di dekat punggung (Anonim, 2007).
Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan
lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis
organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi, yaitu “Hukum Toleransi
Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu
terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan
menggunakan respirometer sederhana (Tim Pengajar, 2007).
Ikan mas koki dapat beradaptasi pada suhu
kisaran 20 – 25o C, yang mana pada suhu tersebut merupakan syarat
hidup dari ikan mas koki. Dan tidak diharapkan untuk tidak melakukan perubahan
atau perubahan kualitas air secara drastis karena itu dapat membahayakan
kehidupan dari ikan itu sendiri. (Kholik, 2000)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum, yaitu:
Hari
/ Tanggal : Jumat, 18 Januari 2008
Waktu
: Pukul 13.00 – 15.30
WITA
Tempat
: Laboratorium Biologi FMIPA
UNM Lantai III Sebelah Barat
B. Alat dan Bahan
- Alat
-
Termometer batang 1 buah
-
Stopwatch/jam tangan
-
Becker glass 1000 mL / Toples kaca 3 buah
- Bahan
-
Ikan mas koki 3 ekor (Cyprinus
caprio L) - Air Kran
-
Air dingin -
Air Panas
C. Prosedur Kerja
- Memasukkan 3 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam becker glass yang berisi air normal dan mengaklimatisasi selama 15 menit.
- Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (A) yang berisi air panas (380C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan buka tutup opercuum dalam satu menit selama 5 menit.
- Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (B) yang berisi air dingin (160) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka tutup) operculum dalam satu menit selama 5 menit.
- Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (C) yang berisi air kran (270C) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tiap 1 menit selama 5 menit.
- Mencatat hasil pengamatan dalam tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Data frekuensi gerakan operculum ikan mas koki pada suhu
air berbeda.
Becker
Class
|
Frekuensi
buka tutup overculum/ menit
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A
(38oC)
B
(27oC)
C
(16oC)
|
43
29
79
|
35
24
69
|
33
25
79
|
30
26
90
|
34
30
88
|
35
26,8
81
|
B.
Analisis
Data
Kecepatan rata-rata menutup
atau membuka (operculum)
Becker glass A = = 35 kali/menit
Becker glass
B = = 26,8 kali/menit
5
Becker glass C = 79 + 69 + 79 + 90 + 88 =81 kali/menit
5
C.
Pembahasan
1. Pada Becker Glass A
Pada waktu ikan mas koki
dimasukkan ke dalam becker glass A yang berisi air panas (38oC) 800
mL, kita dapat melihat gerakan buka tutup operculum ikan mas tersebut, dimana
pada menit pertama frekuensinya mencapai 43 dan selanjutnya pada menit kedua,
ketiga, keempat, dan kelima secara berturut-turut adalah 35, 33, 30 dan 34. Dari
setiap menit tersebut banyaknya gerakan buka tutup operculum berbeda-beda,
makin lama waktu yang digunakan maka frekuensi gerakannya makin turun.Dan dari
pengamatan tersebut dapat diketahui rata-rata frekuensi gerakan operculumnya
yaitu 35 kali/menit.
2. Pada Becker Glass B
Pada waktu ikan mas koki
dimasukkan ke dalam becker glass B yang berisi air kran (27oC) 800
mL, kita dapat melihat gerakan buka tutup operculum ikan mas koki tersebut.
Pada saat menit pertama frekuensi gerakan operculum mencapai 29 dan selanjutnya
pada menit kedua sampai menit kelima yaitu 24, 25, 26 dan 30. Dari frekuensi
gerakan operculum pada ikan mas koki yaitu 26,8 kali/menit. Ini menandakan
bahwa ikan mas koki mempunyai operculum yang terus meningkat, makin lama waktu
yang dibutuhkan maka semakin naik frekuensi gerakannya. Menurut teori ikan yang
berada di dalam air kran .frekuensi gerakan operculum pada ikan mas koki
seharusnya semakin bertambah. Ini disebabkan karena pada suhu 27oC,
ikan dapat hidup dan bernafas dengan baik, Dan dari hasil pengamatan itu
terbukti bahwa prcobaan sesuai dengan teori.
3. Pada Becker Glass C
Pada waktu ikan mas koki dimasukkan ke dalam becker
glass B yang berisi air dingin (16oC) 800 mL, kita dapat melihat
gerakan buka tutup operculum dari ikan tersebut. Pada saat menit pertama,
frekuensi gerakan operculum mencapai 79 dan seterusnya dari menit kedua sampai
menit kelima yaitu 69, 79, 90 dan 88. Dari
frekuensi gerakan ini, kita dapat mengetahui frekuensi rata-rata gerakan
operculum pada ikan yaitu 81 kali/menit. Menurut teori, ikan yang berada di
dalam air dingin mempunyai operculum yang selalu berubah-ubah yaitu dari menit
pertama sampai terakhir, frekuensinya seharusnya berkurang. Ini disebabkan
karena ikan pada suhu yang maksimal (dingin) tidak mampu bertahan. Tetapi, dari
hasil praktikum yang di dapat, frekuensi gerakan operculum ikan mas koki yaitu
kadang naik kadang turun. Ini disebabkan karena kurang teliti di dalam
melakukan praktikum.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
- Suhu sangat berperan penting dalam mengatur segala aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan.
- Pada suhu panas (38oC), aktivitas organisme (respirasi) kurang aktif. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, ikan tidak dapat bergerak bebas.
- Pada suhu dingin (16oC), aktivitas organisme juga kurang aktif karena suhu terlalu rendah.
- Pada suhu 27oC, aktivitas organisme berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena pada suhu ini merupakan sub optimum, dimana organisme dapat hidup atau tumbuhan dengan baik.
B.
Saran
Agar kiranya pembagian asisten
disesuaikan dengan jumlah praktikan serta kerja sama antara anggota kelompok
ditingkatkan demi keberhasilan praktikum. Selain itu untuk keselamatan
praktikan, pada saat melaksanakan percobaan harus melihat kondisi sekitarnya
agar tidak mengakibatkan kesalahan yang fatal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2008. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme. http://id.wikipedia.org/wiki/mikroskop.
diakses pada tanggal 16 Januari 2008.
Asmawati. 2004. Biologi Pendidikan
IPA I. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kholik, Abdul. 2000. Kamus
Biologi Praktis. CV. Nurul Ilmu ; Jakarta.
Tim Pengajar Biologi Umum. 2007. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA
UNM.
Udom, P. Eugene. 1987. Dasar-Dasar Biologi. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
sisakan komentar disini yach
BalasHapus