Kamis, 08 Desember 2011

Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai makhluk hidup. Ada berbagai jenis makhluk hidup di dunia ini di seluruh belahan dunia. Setiap spesies memiliki bentuk dan karakteristik yang sangat beragam.
Setiap makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya yaitu menerima dan menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka makhluk hidup akan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) untuk merasa lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika makhluk hidup tersebut tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkena seleksi alam.
            Salah satu perubahan yang sering terjadi pada lingkungan adalah perubahan suhu/ temperatur. Pada manusia misalnya, ketika merasa kedinginan menggunakan pakaian yang tebal sedangkan ketika suhunya papas, maka pakaian yang dipakai yaitu pakaian yang tipis. Ini merupakan salah satu contoh bentuk penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya. Akan tetapi, di sebuah tempat yang gersang akibat kemarau panjang, satu per satu tumbuhannya akan mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungan yang tinggi. Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah yang disebut seleksi alam.
            Sesuai dengan uraian tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian untuk mengenai pengaruh suhu temperatur terhadap aktivitas makhluk hidup dengan judul "Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organisme".



B.     Tujuan
            Melalui percobaan ini, praktikan diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.

C.     Manfaat
Melalui percobaan ini, praktikan dapat mengetahui perbandingan kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


            Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung kepada lengkapnya konsep keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan maupun kelebihan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dari salah satu pada beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut. Faktor-faktor yang mendekati batas biotik  tersebut meliputi komponen biotik dan biotik yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut. Komponen biotik yang dimaksud tidak terbatas pada tersedianya unsur-unsur yang dibutuhkan, tetapi mencakup pula temperatur, sinar matahari, air dan sebagainya. Tiap organisme mempunyai batas maksimum dan minimum terhadap faktor-faktor tersebut, dengan kisaran diantaranya batas-batas toleransi (Udom, 1989).
            Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur, dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan  metabolik, misalnya dalam hal respirasi sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai bentang yang dapat di toleransi oleh setiap jenis organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu “Hukum Toleransi Shelford”                  (Tim, Pengajar, 2007).
            Dibandingkan dengan kisaran dari ribuan derajat yang diketahui di bumi ini, kehidupan hanya dapat berkisar pada suhu 300oC, mulai dari -200oC sampai -100oC, sebenarnya banyak organisme yang terbatas pada daerah temperatur yang bahkan lebih sempit lagi. Beberapa organisme terutama pada tahap istirahat, dapat dijumpai pada temperatur yang sangat rendah, paling tidak untuk periode singkat. Sedangkan untuk jenis organisme terutama bakteri dan ganggang dapat hidup dan berkembang biak pada suhu yang mendekati titik didih. Umumnya, batas atas temperatur bersifat membahayakan (gawat) dibanding atas bawah. Variabilitas temperatur sangat penting secara ekologi. Embutan temperatur antara 10oC dan 80oC. Telah ditemukan bahwa organisme yang biasanya menjadi sasaran variabel temperatur di alam, seperti pada kebanyakan daerah beriklim sedang. Cenderung tertekan, terlambat pada temperatur konstan (Waskito, 1992).
            Dari hasil suatu pengkajian perintis (Shelford, 1929) menemukan bahwa telur-telur dan larva atau tingkat punah dari “codling moth” berkembang 7% atau 8% lebih cepat di bawah temperatur yang konstan. Dalam percobaan lain, (Parker, 1930) telur belalang yang disimpan pada temperatur yang berbeda beda menunjukkan percepatan rata-rata 36,6% dan percepatan rata-rata 12% di atas perkembangan pada temperatur konstan yang dapat diperbandingkan. Karena organisme-organisme peka terhadap perubahan temperatur, dan karena temperatur itu dinilai terlalu tinggi sebagai faktor pembatas (Asmawati, 2004).
            Pertukaran gas respirasi bagi ikan berlaku dalam insang. Insang ditutup dan dilindungi oleh operculum. Setiap insang sebenarnya terdiri dari pada dua baris filamen yang halus dan diskong oleh satu rangkung insang yang bertulang. Terdapat sisir insang untuk menepis benda asing. Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai ekskresi. Garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak beraturan. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan O2 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan O2. contoh ikan yang mempunyai labirin adalah ikan gabus dan ikan lele. Untuk menyimpan cadangan O2, selain dengan labirin ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung (Anonim, 2007).

Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi, yaitu “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana (Tim Pengajar, 2007).
Ikan mas koki dapat beradaptasi pada suhu kisaran 20 – 25o C, yang mana pada suhu tersebut merupakan syarat hidup dari ikan mas koki. Dan tidak diharapkan untuk tidak melakukan perubahan atau perubahan kualitas air secara drastis karena itu dapat membahayakan kehidupan dari ikan itu sendiri. (Kholik, 2000)



BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.    Waktu dan Tempat
      Waktu pelaksanaan praktikum, yaitu:
Hari / Tanggal       : Jumat, 18 Januari 2008
Waktu                   : Pukul 13.00 – 15.30 WITA
Tempat                  : Laboratorium Biologi FMIPA UNM Lantai III Sebelah Barat
B.     Alat dan Bahan
  1. Alat
-          Termometer batang 1 buah
-          Stopwatch/jam tangan
-          Becker glass 1000 mL / Toples kaca 3 buah
  1. Bahan
-          Ikan mas koki 3 ekor (Cyprinus caprio L)            - Air Kran
-          Air dingin                                                              - Air Panas
C.    Prosedur Kerja
  1. Memasukkan 3 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam becker glass yang berisi air normal dan mengaklimatisasi selama 15 menit.
  2. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (A) yang berisi air panas (380C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan buka tutup opercuum dalam satu menit selama 5 menit.
  3. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (B) yang berisi air dingin (160) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka tutup) operculum dalam satu menit selama 5 menit.
  4. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (C) yang berisi air kran (270C) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tiap 1 menit selama 5 menit.
  5. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil Pengamatan
            Data frekuensi gerakan operculum ikan mas koki pada suhu air berbeda.
Becker Class
Frekuensi buka tutup overculum/ menit
Rata-rata
1
2
3
4
5
A (38oC)
B (27oC)
C (16oC)

43
29
79

35
24
69

33
25
79

30
26
90

34
30
88

35
26,8
81


B.     Analisis Data
            Kecepatan rata-rata menutup atau membuka (operculum)
Becker glass A = = 35 kali/menit
Becker glass B = = 26,8  kali/menit
                                             5
Becker glass C = 79 + 69 + 79 + 90 + 88 =81 kali/menit
                                              5 
C.    Pembahasan
1.      Pada Becker Glass A
            Pada waktu ikan mas koki dimasukkan ke dalam becker glass A yang berisi air panas (38oC) 800 mL, kita dapat melihat gerakan buka tutup operculum ikan mas tersebut, dimana pada menit pertama frekuensinya mencapai 43 dan selanjutnya pada menit kedua, ketiga, keempat, dan kelima secara berturut-turut adalah 35, 33, 30 dan 34. Dari setiap menit tersebut banyaknya gerakan buka tutup operculum berbeda-beda, makin lama waktu yang digunakan maka frekuensi gerakannya makin turun.Dan dari pengamatan tersebut dapat diketahui rata-rata frekuensi gerakan operculumnya yaitu 35 kali/menit.
2.      Pada Becker Glass B
            Pada waktu ikan mas koki dimasukkan ke dalam becker glass B yang berisi air kran (27oC) 800 mL, kita dapat melihat gerakan buka tutup operculum ikan mas koki tersebut. Pada saat menit pertama frekuensi gerakan operculum mencapai 29 dan selanjutnya pada menit kedua sampai menit kelima yaitu 24, 25, 26 dan 30. Dari frekuensi gerakan operculum pada ikan mas koki yaitu 26,8 kali/menit. Ini menandakan bahwa ikan mas koki mempunyai operculum yang terus meningkat, makin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin naik frekuensi gerakannya. Menurut teori ikan yang berada di dalam air kran .frekuensi gerakan operculum pada ikan mas koki seharusnya semakin bertambah. Ini disebabkan karena pada suhu 27oC, ikan dapat hidup dan bernafas dengan baik, Dan dari hasil pengamatan itu terbukti bahwa prcobaan sesuai dengan teori.
3.  Pada Becker Glass C
Pada waktu ikan mas koki dimasukkan ke dalam becker glass B yang berisi air dingin (16oC) 800 mL, kita dapat melihat gerakan buka tutup operculum dari ikan tersebut. Pada saat menit pertama, frekuensi gerakan operculum mencapai 79 dan seterusnya dari menit kedua sampai menit  kelima yaitu 69, 79, 90 dan 88. Dari frekuensi gerakan ini, kita dapat mengetahui frekuensi rata-rata gerakan operculum pada ikan yaitu 81 kali/menit. Menurut teori, ikan yang berada di dalam air dingin mempunyai operculum yang selalu berubah-ubah yaitu dari menit pertama sampai terakhir, frekuensinya seharusnya berkurang. Ini disebabkan karena ikan pada suhu yang maksimal (dingin) tidak mampu bertahan. Tetapi, dari hasil praktikum yang di dapat, frekuensi gerakan operculum ikan mas koki yaitu kadang naik kadang turun. Ini disebabkan karena kurang teliti di dalam melakukan praktikum.

             


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
            Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
  1. Suhu sangat berperan penting dalam mengatur segala aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan.
  2. Pada suhu panas (38oC), aktivitas organisme (respirasi) kurang aktif. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, ikan tidak dapat bergerak bebas.
  3. Pada suhu dingin (16oC), aktivitas organisme juga kurang aktif karena suhu terlalu rendah.
  4. Pada suhu 27oC, aktivitas organisme berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena pada suhu ini merupakan sub optimum, dimana organisme dapat hidup atau tumbuhan dengan baik.

B.     Saran
            Agar kiranya pembagian asisten disesuaikan dengan jumlah praktikan serta kerja sama antara anggota kelompok ditingkatkan demi keberhasilan praktikum. Selain itu untuk keselamatan praktikan, pada saat melaksanakan percobaan harus melihat kondisi sekitarnya agar tidak mengakibatkan kesalahan yang fatal.



DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2008. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme. http://id.wikipedia.org/wiki/mikroskop. diakses pada tanggal 16 Januari 2008.  

Asmawati. 2004. Biologi Pendidikan IPA I. Jakarta: Universitas Terbuka.

Kholik, Abdul. 2000. Kamus Biologi Praktis. CV. Nurul Ilmu ; Jakarta.

Tim Pengajar Biologi Umum. 2007. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Udom, P. Eugene. 1987. Dasar-Dasar Biologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Waskito, dkk. 1992. biologi. Jakarta: Bumi Aksara.

1 komentar: